Indeks Literasi Rendah, Indonesia Butuh 162 Ribu Pustakawan

Nasional

Jakarta – Indeks Literasi Indonesia dibandingkan negara lain masih sangat rendah. Berdasarkan Survei PISA 2018,  Indonesia menempati urutan ke-74 dari 79 atau enam peringkat dari bawah. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengaku prihatin dengan angka tersebut.

Dia merinci, dari survei tersebut kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada skor 371, sementara rata-rata negara OECD meliputi Australia, Austria, Belgia, Kanasa, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, dan Yunani memiliki skor 487.

Menurut penilaian berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), skor Indonesia pada  2022 sebesar 64,48 dari skala 1-100. Angka tersebut dinilai masih belum menggembirakan dan terus menjadi masalah nasional yang sangat memprihatinkan.

“Saya prihatin tingkat kegemaran membaca dan indeks literasi di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, dan menjadi masalah nasional. Sementara itu di sisi lain untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) terbaik, harus dimulai dari gerakan literasi atau gerakan membaca. Karena dengan literasi tinggi akan bisa melahirkan manusia yang bisa berinovasi dan berdaya saing tinggi. Tanpa literasi tinggi tidak akan bisa menciptakan SDM yang inovatif dan kompetitif,” ujar Huda diKabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis (6/4/2023).

 

Minim Tenaga Perpustakaan

Lebih lanjut, Politisi PKB ini juga mengatakan adanya kesenjangan yang cukup tinggi antara kebutuhan tenaga perpustakaan dengan pengadaannya. Saat ini, tenaga perpustakaan hanya bisa meng-cover kebutuhan sebanyak 7,51 persen. Sisanya, 92,49 persen belum dapat terpenuhi kebutuhan pengadaannya. Apabila dikonversi dalam angka, Indonesia membutuhkan lebih 162.000 tenaga perpustakaan.

Saat ini, tambahnya, tenaga perpustakaan yang tersedia kurang lebih sekitar 4.000 orang. Secara persebaran, kurang lebih tenaga perpustakaan di Pulau Jawa berjumlah sekitar 2000. Sedangkan di luar Jawa baru 2.300-an orang. Di sisi lain, tenaga perpustakaan yang sudah diangkat menjadi PNS baru sekitar 4.500-an orang.

“Dengan demikian kita mengalami gap kebutuhan kurang lebih sekitar pukul 162.000 tenaga pustakawan. Hal tersebut menjadi isu yang perlu didorong. Pak Sekretaris Daerah (Sekda) sudah mempunyai komitmen yang kuat, untuk memberikan jalan keluar persoalan yang mengemuka saat ini, dan kita berterima kasih. Bisa tanya langsung ke beliau bagaimana supaya tenaga perpustakaan di Kabupaten Karawang ini bisa dimaksimalkan,” pungkas Syaiful Huda.

Di kesempatan yang sama Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Acep Jamhuri, mengatakan akan berdiskusi dengan teman-teman dengan para pustakawan. Petugas perpustakaan di daerah-daerah khususnya di desa dan sekolah, status kepegawaiannya saat ini belum mendapatkan perhatian. Ini, menurutnyac menjadi instropeksi dan evaluasi bagi internal Pemkab Karawang.

Karena itu, tambah Sekda Acep, Pemerintah Kabupaten Karawang akan mengusulkan Tenaga Perpustakaan masuk ke dalam formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Adapun usulan lain seperti, selain pengusulan P3K dan CPNS akan diusulkan skenario lain, misalnya diperbolehkan oleh aturan atau regulasi seperti lewat alih daya (outsourcing) yang tidak menyalahi aturan.

“Sehingga mereka juga ada haknya selain melakukan kewajiban sebagai pustakawan. Selain  itu juga Insyaallah akan dirapatkan dengan para stakeholder, guna menginventarisasi ketersedian sarana dan prasarana buku dan juga perpustakaan,” ujar Sekda Acep.

Sekda Acep berkomitmen satu-persatu persoalan akan diperbaiki. “Mudah-mudahan di anggaran yang sekarang dan tahun depan bisa menjawab aspirasi dan masukan teman-teman dari daerah. Dan akan disepakati sebagai bagian dari peningkatan kecerdasan masyarakat dan investasi yang akan datang,” katanya.  ***(ramses siburian)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *